Governance System
Ethical
Governance atau etika
pemerintahan, mengacu pada kode etik profesi tertentu. Etika bagi mereka yang
bekerja di dalam suatu instansi pemerintahan. Etika pemerintahan mengatur
tentang perilaku sekelompok orang yang bekerja di suatu pemerintahan. Selain
itu, Ethical Governance merupakan ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar
sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia.
Suara hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk,
tergantung pada kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik
atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya (consience of man).
Ethical
Governance mencakup 5
(lima) hal, yaitu sebagai berikut :
1. Governance System
Governance
System merupakan suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam suatu perusahaan
yang terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu:
a.
Commitment
on Governance
Commitment on Governance adalah komitmen
untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan
berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku.
b.
Governance
Structure
Governance Structure adalah struktur
kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
c.
Governance
Mechanism
Governance Mechanism adalah pengaturan
mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam
menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
d.
Governance
Outcomes
Governance Outcomes adalah hasil dari
pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) baik dari aspek hasil
kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil
kinerja tersebut.
Budaya Etika
Budaya
Perusahaan adalah suatu sistem dari nilai-nilai yang dipegang bersama tentang
apa yang penting serta keyakinan tentang bagaimana dunia itu berjalan. Terdapat
tiga faktor yang menjelaskan perbedaan pengaruh budaya yang dominan terhadap
perilaku, yaitu:
·
Keyakinan
dan nilai-nilai bersama
·
Dimiliki
bersama secara luas
·
Dapat
diketahui dengan jelas, mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku
Konsep
etika bisnis tercermin pada corporate culture (budaya perusahaan). Menurut
Kotler (1997) budaya perusahaan merupakan karakter suatu perusahaan yang
mencakup pengalaman, cerita, kepercayaan dan norma bersama yang dianut oleh
jajaran perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari cara karyawannya berpakaian,
berbicara, melayani tamu dan pengaturan kantor.
Budaya
etika adalah perilaku yang etis. Kemudian memberikan Gambaran mengenai
perusahaan, mencerminkan kepribadian para pimpinannya. Penerapan budaya etika
dilakukan secara top-down.
Penerapan Budaya
Etika dicapai melalui metode tiga lapis yaitu :
1. Corporate Credo yaitu pernyataan ringkas mengenai
nilai-nilai yang dianut dan ditegakkan perusahaan yang diinformasikan kepada
orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar
perusahaan.Komitmen Internal :
o Perusahaan terhadap karyawan
o Karyawan terhadap perusahaan
o Karyawan terhadap karyawan lain
Komitmen
Eksternal :
o Perusahaan terhadap pelanggan
o Perusahaan terhadap pemegang saham
o Perusahaan terhadap masyarakat
2.
Program
Etika yaitu sistem yang dirancang dan diimplementasikan untuk mengarahkan
karyawan agar melaksanakan corporate credo. Misalnya pertemuan orientasi bagi
pegawai baru dan audit etika.
3.
Kode
Etik Perusahaan. Lebih dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus
digunakan perusahaan tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya. Kadang-kadang
kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu. Contoh: IBM
membuat IBM’s Business Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM).
Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Membangun
entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu
prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan
diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun
jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan
diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi
“hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang
beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi
juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
Semangat
untuk mewujudkan Good Corporate
Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan
akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai
perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola
yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU
Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha,
Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat
suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata
kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim
manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti
komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan
sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas
“Board Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite
audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan
pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.
Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of
Conduct)
Untuk
mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, suatu perusahaan perlu
dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman
perilaku (code of conduct) yang dapat menjadi acuan bagi organ
perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai (values) dan
etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan. Kode perilaku
korporasi (Code of Conduct) adalah pedoman internal perusahaan yang
berisikan sistem nilai, etika bisnis, etika kerja, komitmen, serta penegakan
terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis,
dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. Kode perilaku
korporasi yang dimiliki suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya,
karena setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda dalam menjalankan
usahanya.
Prinsip dasar
yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:
· Setiap
perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang menggambarkan sikap
moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
·
Untuk
dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan harus
memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua
karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk budaya
perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
·
Nilai-nilai
dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih
lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.
Manfaat Code
of Conduct antara lain :
·
Menciptakan
suasana kerja yang sehat dan nyaman dalam lingkungan perusahaan.
· Membentuk
karakter individu perusahaan yang disiplin dan beretika dalam bergaul dengan
sesama individu dalam perusahaan maupun dengan pihak lain di luar perusahaan.
· Sebagai
pedoman yang mengatur, mengawasi sekaligus mencegah penyalahgunaan wewenang dan
jabatan setiap individu dalam perusahaan
·
Sebagai
acuan terhadap penegakan kedisiplinan.
·
Menjadi
acuan perilaku bagi individu dalam perusahaan untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawab masing-masing dan berinteraksi dengan
stakeholder perusahaan.
Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Dalam setiap code
of conduct, adanya evaluasi terhadap kode perilaku korporasi juga sangat
diperlukan, agar segala kegiatan yang telah dilakukan apakah sudah dijalankan
sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Evaluasi terhadap kode perilaku
korporasi dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan
penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good
Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan
telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Dalam
mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen
yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
o Code of Corporate Governance (Pedoman Tata
Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun
stakeholder lainnya.
o Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis),
pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan
dengan Karyawannya.
o Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan
Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat
Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional
Best Practice.
o Sistim Manajemen Risiko, mencakup
Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
o An Auditing Committee Contract – arranges
the Organization and Management of the Auditing Committee along with its
Scope of Work.
o Piagam Komite Audit, mengatur tentang
Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.
Berikut ini
langkah yang harus dilakukan dalam evaluasi terhadap kode perilaku korporasi,
yaitu :
o Pelaporan Pelanggaran Code of Conduct
Setiap
individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang
dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan.
Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas
yang jelas dari pelapor. Dewan kehormatan wajib mencatat setiap laporan
pelanggaran atas Code of Conduct dan melaporkannya kepada Direksi dengan
didukung oleh bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan. Dewan
kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap pelapor.
o Sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct
Pemberian
sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh karyawan diberikan
oleh Direksi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh Direksi
dan Dewan Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Perusahaan serta ketentuan yang berlaku. Pemberian sanksi dilakukan
setelah ditemukan bukti nyata terhadap terjadinya pelanggaran pedoman ini.
Evaluasi
sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam
pedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.
Contoh Kasus
JAKARTA. Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) lama-lama gerah juga melihat
semakin maraknya kasus kejahatan kerah putih yang melibatkan emiten pasar
modal. Nurhaida, Ketua
Bapepam-LK, mengungkapkan, otoritas pasar modal tengah mempertimbangkan untuk
mengubah aturan Bapepam Nomor IX.i.5 tentang Pembentukan dan Pedoman
Pelaksanaan Kerja Komite Audit. Tujuan revisi meningkatkan kualitas pengawasan
terhadap emiten pasar modal.
Dalam beleid tersebut, otoritas mewajibkan
setiap emiten memiliki Komite Audit. Itu adalah komite yang dibawahi oleh dewan
komisaris sebuah emiten. Komite itu bertugas memberikan pendapat ke dewan
komisaris terhadap laporan atau segala hal yang disampaikan direksi kepada
dewan komisaris.Komite ini juga berperan mengidentifikasi hal-hal yang perlu
diperhatikan oleh dewan komisaris. Sebagai contoh, terkait laporan keuangan dan
ketaatan terhadap aturan perundang-undangan.Komite audit juga melaporkan
pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi kepada dewan komisaris. Intinya,
komite ini bertugas memastikan ketepatan penerapan tata kelola perusahaan yang
baik (good corporate governance).Bapepam-LK menilai, keberadaan
komite ini perlu diperkuat seiring dengan semakin kompleksnya dunia bisnis dan
usaha saat ini. Ada beberapa poin revisi, yang merupakan masukan dari Ikatan
Komite Audit Indonesia (IKAI).
Pertama, persyaratan anggota komite audit.
Kanaka Puradireja, Ketua Dewan IKAI menuturkan, anggota komite audit ke depan
harus merupakan anggota organisasi profesi. “Jika nanti terjadi penyimpangan
oleh anggota komite audit, organisasi profesi yang bertanggung jawab,” ujar
dia. Misalnya, akuntan mempertanggungjawabkan profesinya kepada Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI)
Kedua, adalah pembatasan jumlah anggota
komite audit, yakni cukup tiga sampai lima orang saja. Ketiga, “Masa jabatan
juga perlu dibatasi agar independensinya tetap terjaga,” imbuh Kanaka.
Etty Retno Wulandari, Kepala Biro Standar
Akuntansi dan Keterbukaan Informasi, mengungkapkan, draft revisi ini
kemungkinan selesai akhir tahun ini.
Analisis:Minimnya tata
kelola perusahaan yang baik dapat dilihat dari contoh kasus diatas.
Kejahatan kerah putih yang melibatkan sektor emiten pasar modal tetap
terus terjadi. Tindakan pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit
saja tidak cukup. Sehingga Ikatan Komite Audit Indoesia (IKAI) harus merevisi
beberapa poin penting dalam pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite
Audit. Oleh karena itu menurut saya kasus seperti ini harus lah segera
diselesaikan tentunya dengan cara pembenahan tata kelola perusahaan yang
baik (good corporate governance). Sehingga kejahatan-kejahatan yang
diakibatkan oleh minimnya sistem good corporate governance dapat segera
teratasi dan tidak dapat terulang kembali. Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) juga harus dapat menjaga kestabilan tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance) sehingga ke
ativitasan pasar modal dapat berjalan dengan baik sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Telah Berkomentar ...
Mohon Tidak menguunakan Kata yang mengandung
☼ SARA
☼ SPAM Dsb ...