❀TUGAS SOFSKILL ❀
BUMN dan Parpol Sulit Dipisahkan?
penulis
: Maria Natalia | Jumat, 21 Januari 2011 | 19:40 WIB
JAKARTA,
KOMPAS.com — Anggota DPR asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Ecky Awal Muharram,
mengatakan, hubungan antara badan usaha milik negara dan partai politik tidak terpisahkan.
Menurut dia, hubungan ini sudah terjadi sejak era Orde Baru. Pada masa tersebut
BUMN hanya dikuasai partai politik tertentu, tetapi saat ini oleh beberapa
partai politik seiring dengan bertambahnya jumlah partai politik.
"Ini
seperti gradasi warna. Dulu (Orde Baru) kan biasanya kelompok kuning yang
menguasai BUMN. Sekarang sudah ada gradasinya, seperti warna biru, hijau,
merah. Ya, seperti warna pelangi. Negara ini memang sudah banyak urusan
dicampuri politik, termasuk BUMN ini," kata Ecky dalam diskusi di kawasan
Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (21/1/2011).
Pengamat
ekonomi, Ikhsan Modjo, mengatakan, saat ini mustahil membebaskan BUMN dari
pengaruh politik. Hal ini mengakibatkan sulitnya membedakan antara politisasi
dan profesionalitas BUMN.
"Sebenarnya
mustahil membebaskan BUMN dari partai politik, dari dulu sampai sekarang. Kadang
bilangnya mau profesional menjalankan BUMN, tetapi ternyata ada pengaruh
politik juga. Ada kelompok biru, kuning, ya kita tahu sendirilah. Itu bukan
jadi rahasia lagi," kata Ikhsan.
Namun,
ia berpendapat, terlepas dari adanya intervensi politik di tubuh BUMN, jauh
lebih penting adalah menjaga BUMN dari perilaku korup. "Mau politisi atau
nonpolitisi yang ada di BUMN, kita tetap harus tahu latar belakang siapa dia,
siapa yang ada di belakangnya. Kata kuncinya, jangan sampai ada korupsi,
kolusi, dan nepotisme dalam BUMN," kata Ikhsan.
Editor
:
Inggried
Sumber
: http://nasional.kompas.com/read/2011/01/21/19405354/
BUMN.dan.Parpol.Sulit.Dipisahkan
1. Setiyanti
Rianta (26212947)
BUMN
harus dilepaskan dari lingkaran kekuasaan partai politik karena menjadi sumber
KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) serta inefisiensi.
“Hal itu terlihat dari 161 BMN di Indonesia yang beraset sekitar Rp1.000 triliun hanya menghasilkan dividen untuk negara sekitar Rp4 hingga Rp6 triliun. Ini kan menunjukkan BUMN jelas telah tak berfungsi dengan semestinya,” ujar Ary Suta, hari ini.
“Hal itu terlihat dari 161 BMN di Indonesia yang beraset sekitar Rp1.000 triliun hanya menghasilkan dividen untuk negara sekitar Rp4 hingga Rp6 triliun. Ini kan menunjukkan BUMN jelas telah tak berfungsi dengan semestinya,” ujar Ary Suta, hari ini.
Penyebab
rendahnya dividen dari BUMN itu karena besarnya campur tangan partai politik
dalam kegiatan BUMN atau mempengaruhi kebijakan BUMN. Setiap pemegang kekuasaan
di Indonesia selama ini telah mencaplok kekayaan BUMN untuk kepentingan politik
dan melanggengkan kekuasaan. Salah satu modus operandinya adalah dengan
menempatkan orang yang propartai ke dalam BUMN. Untuk itu harus ada ketegasan
bahwa partai politik tak boleh menguasai BUMN.
Karut-marut ini
sesungguhnya dapat diminimalkan seandainya rencana transformasi perusahaan
negara dan Kementerian BUMN diimplementasikan secara konsisten. Sejak dulu
didengungkan perlunya sterilisasi BUMN dari “tangan-tangan” politik. Salah satu
caranya, dengan memisahkan sejauh mungkin BUMN dari peluang intervensi politik
dan birokrasi pemerintahan lewat pembentukan super-holding, yang menggantikan
peran Kementerian BUMN.
Peluang korupsi juga
perlu dipersempit dengan memperketat kontrol. Untuk mempermudah pengawasan itu,
rencana pemerintah menyusutkan jumlah perusahaan negara menjadi tinggal
separuhnya perlu segera direalisasi. Langkah ini pun akan mempercepat proses
transformasi dan perbaikan kinerja BUMN. Karena itu, tak perlu pemerintah
menunggu BUMN hingga “sekarat” baru dilikuidasi. Peleburan BUMN di sektor
perkebunan, kehutanan, konstruksi, dan farmasi bisa menjadi pionir agar
performanya menjadi lebih bugar. Dengan sinergi ini, diharapkan
perusahaan-perusahaan pelat merah nantinya tak hanya mampu sejajar dengan
swasta lokal, tapi juga mampu bersaing di kancah global. Untuk mewujudkan hal
itu, sudah sepatutnya ego sektoral kementerian teknis yang menaungi BUMN
dikesampingkan. Dan yang terpenting, dibutuhkan keberanian pemerintah melakukan
terobosan, meski bisa jadi kebijakan ini tak populer dan menuai kritik tajam.
2.
Siti Latifah (27212060)
Dalam partai politik BUMN
sangat berperan penting dalam mewujudkan perkembangan mobilitas
modal,investasi, dan senantiasa aktif memperjuangkan terbinanya ketertiban serta
keadilan social (begitu juga dengan PARPOL). Partai dikatakan maju apabila
telah meneguhkan prinsip yang di janjikannya kepada rakyat dan membuktikannya
tanpa banyak bicara / janji- janji palsu, itulah sikap bijaksana dalam sebuah
politik. Sebenarnya sulit untuk membebaskan PARPOL dari BUMN, di akibatkan
karena ketidak professional pemimpinnya. Namun investasi politik di tubuh BUMN
jauh lebih penting dalam menjaga BUMN dari perilaku Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme. Begitu banyaknya partai politik pada zaman order
baru sekarang ini. Negara ini memang sudah banyak urusan-urusan yang dicampuri
politik termasuk BUMN ini. Tetapi itu semua bukan alasan bagi para pemimpin
untuk bisa selalu ikut campur, apa lagi keuangan Indonesia sekarang ini menurun
diakibatkan para pemimpin dan anggotanya yang selalu berbuat korupsi terhadap
uang milik Negara, bahkan kolusi pun juga dilakukannya. “Kolusi sebenarnya memiliki
arti persengkokolan / kerja sama secara diam-diam”. Para pemimpin seharusnya
tidak melakukan hal seperti itu, justru para pemimpin harus berusaha semaksimal
mungkin untuk mengambil hati rakyat. Karena rakyat lebih membutuhkan perhatian /
keprihatinan para pemimpin dalam pendekatan dan penanggapan, sehingga
pengarahnya harus di lakukan untuk kepentingan nasional terutama kepentingan
ekonomi rakyat. Meskipun demikian saya sebagai seorang mahasiswi, berharap para
anggota politik maupun pemimpinnya bisa lebih bijaksana lagi dalam mengatasi
masalah-masalah di Negara ini. Sebenarnya tidak begitu sulit untuk memisahkan
PARPOL dari BUMN, karena dua-duanya sama-sama memiliki tujuan yang sama, Yaitu
“Demi Kepentingan Negara dan Kesejahteraan Rakyat”.
3. Suriana Juniarti (27212205)
Menurut
saya, hubungan BUMN dan PARPOL yang sulit dipisahkan ini akan memberikan dampak
yang negative bagi BUMN itu sendiri. Apalagi disini dikatakan “Pada masa
tersebut BUMN hanya dikuasai partai politik tertentu, tetapi saat ini oleh
beberapa partai politik seiring dengan bertambahnya jumlah partai politik.”
Sehingga menyebabkan Negara ini banyak urusan dicampuri politik, termasuk BUMN
ini. Apalagi, BUMN saat ini dinilai masih boros , karena antara biaya operasional
dengan profit yang dihasilkan tidak sebanding.
Masyarakat pasti dapat menduga bahwa pemborosan yang terjadi karena banyak keputusan
yang tidak berbasis pada perhitungan bisnis, melainkan pada perhitungan
politik.
Oleh
karena itu, seharusnya Pemerintah menyarankan
BUMN seharusnya diberikan kesempatan untuk
mengembangkan bisnisnya.Perusahaan BUMN sebaiknya diberikan
keleluasaan untuk berkembang. Padahal kegiatan dan hasil dari BUMN itu sendiri
akan memberikan peningkatan perekonomian bangsa. Dan tidak hanya itu, dapat
dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.
4.
Wardah Solihah (27212659)
Komentar :
Setelah saya membaca artikel diatas mengenai “BUMN dan Parpol Sulit
Dipisahkan?”
Maka saya dapat memberikan aurgumen hubungan
antara badan usaha milik negara dan partai politik tidak terpisahkan. Menurut
saya, hubungan ini sudah terjadi sejak era Orde Baru. Pada masa tersebut BUMN
hanya dikuasai partai politik tertentu, tetapi saat ini oleh beberapa partai
politik seiring dengan bertambahnya jumlah partai politik.
"Anggap
saja dalam warna. Dulu (Orde Baru) kan
biasanya kelompok kuning yang menguasai BUMN. Sekarang sudah ada warna lainnya,
seperti warna biru, hijau, merah. Ya, seperti warna pelangi. Negara ini memang
sudah banyak urusan dicampuri politik, termasuk BUMN ini," Campur tangan partai politk dalam BUMN sebenarnya bukan menjadi
rahasia umum lagi. Praktek tersebut memang sudah ada sejak dulu. Hal itu lah
yang membuat citra BUMN sebagai kendaraan politik yang syarat Korupsi, Kolusi
dan Nepostisme (KKN) menjadi buruk di mata masyarakat. bahwa kehancuran BUMN
selama ini lebih disebabkan karena faktor KKN yang terjadi sejak zaman orde
baru karena adanya unsur intervensi dari partai politik itu sendiri. Saya juga
mengutip “kentalnya campurtangan politik
mengakibatkan keputusan yang diambil perusahaan tidak lagi murni untuk
kepentingan perseroan. Ada saat tertentu BUMN memang harus didukung secara
politik, agar mampu berkompetisi, mendorong daya saing, meningkatkan kinerja,
dan mendapatkan akses pasar.